pengertian franchising
Pengertian
Waralaba ( franchising)
Franchise
sendiri berasal dari bahasa latin yakni francorum rex yang artinya
“bebas dari ikatan”, yang mengacu pada kebebasan untuk memiliki
hak usaha. Pengertian Franchising (Pewaralabaan) adalah perikatan
dimana salah satu pihak diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau
menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri
khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan
persyaratan yang ditetapkan dalam rangka penyediaan dan atau
penjualan barang atau jasa . Secara sederhana, benang merah waralaba
adalah penjualan paket usaha komprehensif dan siap pakai yang
mencakup merek dagang, material dan pengolaan manajemen. Oleh karena
itu, pihak-pihak yang terlibat dalam franchising. Sedangkan
menurut Asosiasi
Franchise Indonesia,
yang dimaksud dengan Waralaba ialah: Suatu sistem
pendistribusian barang atau jasakepada
pelanggan akhir, dimana pemilik merek (franchisor)
memberikan hak kepada individu atau perusahaan untuk
melaksanakan bisnis dengan merek, nama, sistem, prosedur dan
cara-cara yang telah ditetapkan sebelumnya dalam jangka waktu
tertentu meliputi area tertentu.
(pewaralabaan)
terbagi atas 2 segmen yakni :
- Franchisor atau pemberi waralaba, adalah badan usaha atau perorangan yang memberikan hak kepada pihak lain untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektualatau penemuan atau ciri khas usaha yang dimilikinya. Franchisor sudah harus siap dengan perlengkapan operasi bisnis dan kinerja manajemen yang baik, menjamin kelangsungan usaha dan distribusi bahan baku untuk jangka panjang, serta menyediakan kelengkapan usaha sampai ke detail yang terkecil. Franchisor juga sudah harus menyediakan perhitungan keuntungan yang didapat, neraca keuangan yang mencakup BEP (Break Event Point) dan ROI (Return On Investment).
- Franchisee atau penerima waralaba, adalah badan usaha atau perorangan yang diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas yang dimiliki pemberi waralaba. Franchisee hanya menyediakan tempat usaha dan modal sejumlah tertentu bergantung pada jenis waralaba yang akan dibeli. Namun franchisee juga mempunyai kewajiban non-finansial yang sangat esensial yakni menjaga image produk waralaba. Franchisee mempunyai dua kewajiban finansial yakni membayar franchise fee dan royalti fee. Franchise fee adalah jumlah yang harus dibayar sebagai imbalan atas pemberian hak intelektual pemberi waralaba, yang dibayar untuk satu kali (one time fee) di awal pembelian waralaba. Royalti fee adalah jumlah uang yang dibayarkan secara periodik yang merupakan persentase dari omzet penjualan. Nilai franchisee fee dan royalti fee ini sangat bervariatif, bergantung pada jenis waralaba.
Sejarah
Waralaba (franchising)
Waralaba
diperkenalkan pertama kali pada tahun 1850-an oleh Isaac Singer,
pembuat mesin jahit Singer, ketika ingin meningkatkan distribusi
penjualan mesin jahitnya. Walaupun usahanya tersebut gagal, namun
dialah yang pertama kali memperkenalkan format bisnis waralaba ini
di AS. Kemudian, caranya ini diikuti oleh pewaralaba lain yang lebih
sukses, John S Pemberton, pendiri Coca ColaNamun, menurut sumber
lain, yang mengikuti Singer kemudian bukanlah Coca Cola, melainkan
sebuah industri otomotif AS, General
Motors Industry ditahun
1898. Contoh lain di AS ialah sebuah sistemtelegraf,
yang telah dioperasikan oleh berbagai perusahaan jalan kereta api,
tetapi dikendalikan oleh Western Union serta persetujuan
eksklusif antar pabrikan mobil dengan dealer. Waralaba
saat ini lebih didominasi oleh waralaba rumah
makan siap
saji. Kecenderungan ini dimulai pada tahun 1919 ketika A&W Root
Beer membuka restauran cepat sajinya. Pada tahun 1935,
Howard Deering Johnson bekerjasama dengan Reginald Sprague untuk
memonopoli usaha restauran modern. Gagasan mereka adalah membiarkan
rekanan mereka untuk mandiri menggunakan nama yang sama, makanan,
persediaan, logo dan bahkan membangun desain sebagai pertukaran
dengan suatu pembayaran. Dalam perkembangannya, sistem bisnis ini
mengalami berbagai penyempurnaan terutama di tahun l950-an yang
kemudian dikenal menjadi waralaba sebagai format bisnis (business
format) atau
sering pula disebut sebagai waralaba generasi kedua. Perkembangan
sistem waralaba yang demikian pesat terutama di negara asalnya, AS,
menyebabkan waralaba digemari sebagai suatu sistem bisnis diberbagai
bidang usaha, mencapai 35 persen dari keseluruhan usaha ritel yang
ada di AS. Sedangkan di Inggris,
berkembangnya waralaba dirintis olehJ.
Lyons melalui
usahanya Wimpy
and Golden Egg,
pada tahun 60-an. Bisnis waralaba tidak mengenal diskriminasi.
Pemilik waralaba (franchisor)
dalam menyeleksi calon mitra usahanya berpedoman pada keuntungan
bersama, tidak berdasarkan SARA.
Sejarah Teh Poci
Tegal,
kota yang posisi geografisnya di dataran rendah, sebenarnya tidak
memiliki perkebunan teh. Namun, tradisi minum teh di daerah ini
sangat kental dibandingkan dengan di kota lain yang juga berada di
pesisir utara Jawa Tengah.
Antropolog
dari Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, Pande Made Kutanegara,
mengatakan, jauh sebelum tanaman teh datang ke Indonesia sekitar abad
ke-17, Tegal sudah memiliki budaya minum teh yang berakar dari China.
Pada
masa lalu, daerah pantai utara Jawa Tengah, termasuk Tegal, merupakan
jalur perdagangan yang ramai karena Tegal memiliki pelabuhan besar.
Sebelum ada tanaman teh di Indonesia, teh yang dikonsumsi di Tegal
didatangkan langsung dari China.
Belanda
yang membawa masuk tanaman teh ke Indonesia kemudian menetapkan
sistem tanam paksa dan salah satu komoditasnya adalah teh. Produk teh
yang berkualitas sebagian besar diekspor ke Belanda dan Eropa,
sementara teh sisa yang mutunya rendah diambil oleh para pekerja
pribumi.
”Kondisi
itu membentuk selera konsumsi orang Tegal terhadap teh. Sampai
sekarang mereka terbiasa minum teh yang sepet dan pekat,” kata
Pande, yang pernah melakukan penelitian tentang teh. Rasa sepet itu,
menurut Pande, berasal dari batang teh yang ikut digiling bersama
daun teh sehingga menghasilkan teh berkualitas rendah. Dalam
perkembangannya, teh di Tegal kemudian diolah dengan aroma bunga
melati agar lebih enak dinikmati.
Sejarah
boleh membentuk selera. Yang jelas, selera terhadap cita rasa teh
yang agak sepet itu justru membuka peluang bagi pengusaha untuk
membuka pabrik teh di Tegal. Sekarang ini di Tegal ada empat pabrik
teh besar yang menguasai pasar dalam negeri, yaitu teh 2 Tang, Teh
Poci, Teh Tong Tji, dan Teh Gopek. Keempat pabrik teh itu berdiri
hampir bersamaan, yaitu sekitar tahun 1940-an.
Kehadiran
empat pabrik teh di Tegal, menurut Eko Handoko (34), generasi ketiga
pemilik teh 2 Tang, karena posisi Tegal dekat dengan Pekalongan yang
menjadi daerah perkebunan melati. Sebagian besar teh yang diproses di
Tegal adalah teh beraroma bunga melati. Di wilayah Tegal sendiri
sekarang sudah ada perkebunan bunga melati yang dikelola oleh
masyarakat, yaitu di Desa Suradadi dan Sidoharjo.
Citra
Tegal sebagai kota teh dimanfaatkan oleh keempat pabrik teh tersebut
untuk berebut memasang logo pabrik mereka di setiap rumah makan.
Sepanjang pengamatan, tidak ada warung makan yang tidak memasang logo
teh 2 Tang, Teh Poci, Teh Tong Tji, atau Teh Gopek di warungnya.
Bagi
orang Tegal, teh bukan sekadar bahan baku untuk membuat minuman,
melainkan juga memiliki fungsi lain, salah satunya adalah sebagai
cendera mata. Ketika seseorang menggelar hajatan, bubuk teh dalam
kemasan kecil, yaitu sebesar kotak korek api, dibagikan kepada tamu
sebagai kenang-kenangan. Itulah bentuk cinta orang Tegal terhadap
teh.
Sekian dan Terimakasih
Tidak ada komentar:
Posting Komentar